Rekanan Pekerjaan Jembatan Seiwampu Dituntut 8 Tahun, PPK 18 Bulan Penjara

Johannes Christian Nahumury, terdakwa rekanan yang mengerjakan pembangunan lanjutan Jembatan Sei Wampu di Jalan Lintas Medan-Banda Aceh, Kota Stabat, Kabupaten Langkat Tahun Anggaran (TA) 2019, Jumat petang tadi (16/2/2024), di Cakra 9 Pengadilan Tipikor Medan dituntut agar dipidana 8 tahun penjara.

topmetro.news – Johannes Christian Nahumury, terdakwa rekanan yang mengerjakan pembangunan lanjutan Jembatan Sei Wampu di Jalan Lintas Medan-Banda Aceh, Kota Stabat, Kabupaten Langkat Tahun Anggaran (TA) 2019, Jumat petang tadi (16/2/2024), di Cakra 9 Pengadilan Tipikor Medan dituntut agar dipidana 8 tahun penjara.

Selain itu, JPU pada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) Hendri Edison Sipahutar menuntut terdakwa pidana denda Rp500 juta subsidair (bila denda tidak dibayar diganti dengan kurungan) selama 4 bulan.

Dari fakta-fakta terungkap di persidangan, Johannes Christian Nahumury dinilai telah memenuhi unsur melakukan tindak pidana Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1e KUHPidana, sebagaimana dakwaan primair.

Yakni melakukan atau turut serta secara tanpa hak dan melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.

“Hal memberatkan, perbuatan terdakwa sangat bertentangan dengan program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, terdakwa tidak merasa bersalah. Hal meringankan, terdakwa belum pernah,” kata JPU.

Terdakwa Johannes Christian Nahumury bersama dengan Andi Ahmad Ridla alias Rido (berkas penuntutan terpisah) ‘nekad’ bertindak seolah-olah sebagai orang yang berwenang di PT Nur Ihsan Minasamulia (NIM) memasukan penawaran untuk paket pelelangan pembangunan lanjutan jembatan

“Dengan cara memalsukan tanda tangan Andi M Badrullah Ali Habibulah oleh terdakwa Dirut PT NIM dan telah terjadi kelebihan bayar pekerjaan sehingga mengakibatkan kerugian keuangan atau perekonomian negara,” urai Hendri Edison Sipahutar.

Hasil pemeriksaan fisik / investigasi ahli dari Tim Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara (USU), pekerjaan lanjutan Pembangunan Jembatan Sei Wampu progres atau total bobot pekerjaannya sebesar 19,5 persen.

Oleh karenanya, warga Jalan Malaka Hijau V Nomor 2 RT 013/RW 010 Kelurahan Pondok Kopi, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur tersebut dikenakan pidana tambahan membayar uang pengganti (UP) kerugian keuangan negara sebesar Rp6.394.301.179,47.

Dengan ketentuan, sebulan setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap, harta benda terpidana nantinya disita kemudian dilelang JPU. Bila nantinya juga tidak mencukupi menutupi UP tersebut, diganti dengan pidana 3 tahun penjara.

18 Bulan

Sementara untuk terdakwa berkas terpisah, Nani Tabrani selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dituntut 18 bulan (1,5 tahun) penjara dan denda Rp100 juta subsidair 3 bulan kurungan.

Bedanya, terdakwa Nani Tabrani tidak perlu menjalani pidana tambahan. Uang sebesar Rp203. 300.000 yang dititipkan ke Rekening Penampungan Lain (RPL) pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Langkat, dikonversi sebagai pengembalian kerugian keuangan atau perekonomian negara.

Perbedaan lainnya, terdakwa berparas jelita tersebut dinilai telah memenuhi unsur melakukan tindak pidana Pasal 3 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1e KUHPidana, sebagaimana dakwaan subsidair.

Terdakwa dinilai telah menyalahgunakan kewenangannya sebagai PPK karena menyetujui pembayaran progres pekerjaan terdakwa rekanan, Johannes Christian Nahumury, seolah telah 100 persen.

Hal memberatkan, sambung Hendri Edison Sipahutar, perbuatan terdakwa Nani Tabrani sangat bertentangan dengan program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Hal meringankan, terdakwa belum pernah dihukum dan telah mengembalikan kerugian keuangan atau perekonomian negara.

Majelis hakim diketuai Fauzul Hamdi melanjutkan persidangan, Selasa pekan depan (20/2/2024) untuk penyampaian nota pembelaan (pledoi) penasihat hukum maupun kedua terdakwa.

Diarahkan

Hendri Edison Sipahutar dalam dakwaan menguraikan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengalokasikan dana Rp19.633.256.000 bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pembangunan lanjutan Jembatan Sei Wampu di Jalan Lintas Medan-Banda Aceh, Kota Stabat, Kabupaten Langkat Tahun Anggaran (TA) 2019.

Untuk menindaklanjuti pekerjaan tersebut diangkatlah Zamzami sebagai Kuasa Pengguna Anggaran/Barang (KPA/B), terdakwa Nani Tabrani selaku PPK, Said Safrizal sebagai Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PP-SPM) serta Bendahara Pengeluaran Linda Sinaga.

Kepala Balai Pelaksana Pemilihan Jasa Konstruksi (BP2JK) Wilayah Sumatera Utara kemudian mengeluarkan surat Keputusan (SK) tentang Penetapan dan Penugasan Kelompok Kerja (Pokja) Pemilihan) UPT Pelayanan Pengadaan Barang/Jasa (PBJ) Wilayah Sumut Kementerian PUPR TA 2019.

Bambang Pardede selaku Kepala Bidang (Kabid) Pembangunan mendapat perintah dari Selamet Rasidi selaku Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) II Medan mengarahkan Akhmad Muklis sebagai Ketua sekaligus anggota Pokja, Risky Anugrah (Sekretaris) serta Budi Armansyah, M Yus Adli dan Jones Hendra M Sirait (masing-masing anggota) agar tender nantinya dimenangkan oleh PT NIM.

reporter | Robert Siregar

Related posts

Leave a Comment